Saturday 13 July 2013

3 "Golden Rules" untuk Meraih Sukses

Hi Leaders ! Hi Girls !!
Stay young , stay strong ,stay awesome always !! :-)
KEEP THE FAITH and REACH OUR DREAMS !!



 Perempuan tentu ingin sukses dalam berbagai aktivitas yang dilakukannya. Misalnya sukses sebagai pengusaha, sukses berkarier, atau sukses sebagai ibu bekerja. Life Coach Malti Bhojwani mengungkapkan, sebenarnya setiap perempuan bisa mendapatkan keseimbangan hidup antara keluarga dan kariernya. 

"Ada banyak klien perempuan saya yang mengalami masalah keseimbangan hidup ini. Padahal sebenarnya hanya ada tiga golden rules yang harus diperhatikan untuk mencapai kesuksesan di dua bidang ini," katanya. 

1. Anda tak harus jadi sempurna
Tak ada seorang pun yang bisa melakukan semua hal dengan sempurna. Namun, Anda bisa berusaha untuk menjadikan semua tugas (baik di rumah atau di kantor) semaksimal mungkin. Malti menambahkan bahwa menjadi seseorang yang perfeksionis malah justru akan membuat Anda semakin jauh dari sukses. Anda malah akan kesulitan menyelesaikan pekerjaan. Selain itu, Anda bisa jadi sosok yang sangat menyebalkan bagi keluarga dan rekan kerja karena terlalu rewel dan suka ngomel. 

"Untuk menyelesaikan semua tugas dengan maksimal, belajarlah untuk berbagi tugas dengan orang lain," katanya. Membagi-bagi pekerjaan ini bisa membantu meringankan pekerjaan sehingga tugas jadi lebih ringan dan selesai maksimal.  

Anda bisa mendelegasikan tugas-tugas Anda seperti memasak, membersihkan rumah, membantu anak mengerjakan PR atau mengantar mereka ke sekolah kepada suami Anda. Sedangkan di kantor, Anda bisa mendelegasikan tugas untuk mengerjakan laporan, presentasi, membuat presentasi dan lain-lainnya kepada rekan kerja. 

Tak ada salahnya kok untuk berbagi tugas dalam satu tim. Namun, Anda juga perlu menyisihkan sedikit waktu untuk mengajarkan mereka cara membuatnya, sehingga mereka bisa mengambil alih tugas dengan baik, tanpa perlu micro-managing dari Anda setiap saat.

2. "Tidak" itu bukan akhir segalanya
Tak ada orang yang nyaman mendengar kata-kata penolakan dari orang lain. Namun, belajarlah untuk memahami bahwa sebenarnya ada kata "ya" untuk hal-hal yang lain. Dengan kata lain, kata penolakan seperti "tidak" atas ide-ide yang Anda lontarkan bukanlah akhir dari segalanya. Bisa jadi, ide Anda yang lain justru disetujui untuk konsep proyek yang lain. 

Sebagai seorang perempuan yang ingin sukses, Anda harus "berkulit tebal" dan berani mendengar "tidak". Sikap ini akan melatih profesionalisme Anda sebagai seorang pekerja. Ini juga akan melatih Anda untuk memiliki sifat tak mudah menyerah untuk sukses. 

"Saya punya prinsip: Ketika ide saya ditolak, saya membiasakan diri untuk bisa mendengar orang lain dan menerima kegagalan. Dengan demikian, saya semakin dekat dengan kesuksesan," tambahnya.

3. Jangan lupakan "I hour"
Tak mudah menjalankan dua peran sekaligus. Untuk itu, Anda juga membutuhkan waktu untuk memanjakan diri. Jangan anggap remeh me time atau i hour ini. I hour ini merupakan waktu diri sendiri untuk me-recharge "baterai" tubuh dan memberi makanan mental dan spiritual. Ada baiknya untuk menyisihkan beberapa jam setiap paginya sebelum beraktivitas untuk I hour

"Lihatlah I hour ini seperti vitamin yang akan membuat Anda berenergi dan siap menghadapi hari. Jadikan I hour ini sebagai kebiasaan baik, sama seperti menyikat gigi," katanya. 

Chairwoman produk kosmetik Avon, Andrea Jung, setiap hari selalu menikmati I hour-nya dengan bangun tiap pukul 05.00, lalu pergi ke gym dan berada di meja kantornya pada pukul 08.00. Sedangkan Anna Wintour, pemimpin redaksi majalah Vogue, selalu menikmati waktu bebasnya dengan bermain tenis tiap pukul 06.00 sebelum bekerja. Mantan pejabat Starbucks, Michelle Gass, selalu bangun pukul 04.30 dan berjalan-jalan di sekeliling rumah.

http://female.kompas.com/read/2013/06/25/1206496/3.Golden.Rules.untuk.Meraih.Sukses

Optimis, Senjata Menghadapi Kesulitan

Hi, Leaders ! Hi Girls !! 
DON'T GIVE UP !!!
Always listen our heart and create our own destiny :-)
However,humble :-)



KOMPAS.com - Apa biasanya komentar kita, saat menghadapi deadlock dalam meeting, di mana beda pendapat tidak menemukan jalan tengah? Apa respon kita saat pertumbuhan bisnis tidak menggembirakan, sehingga perusahaan harus melakukan efisiensi biaya di sana-sini, termasuk memotong bonus atau fasilitas untuk karyawan? Apa yang kita pikirkan saat klien yang dulunya sangat loyal, kemudian berpaling menggunakan jasa kompetitor? 

Kesemuanya ini sering membuat mood kita seolah diselimuti awan kelabu. Sering dengan mudah kita langsung merasa terpuruk, berkeluh-kesah, mencari-cari kesalahan. Situasi ini juga kerap membuat kita merasa mentok atau no way out, bukan? 

Kadang, kita tidak bisa menyalahkan individu, bila memang menyaksikan situasi yang buruk. Tetapi, kita memang perlu mawas diri dan bertanya, apakah sikap pesimis, bahkan sinis, ini akan berguna? Bukankah pemikiran adalah awal dari tindakan kita? Begitu kita memulai sesuatu dengan sikap negatif maka kita tidak mempunyai kesempatan untuk memulai sesuatu yang baik.

Dalam bisnis, kejutan seperti mitra bisnis yang tiba-tiba berpaling dan ingkar janji, ketidakberuntungan ataupun keputusan yang salah dan menyebabkan kerugian bisa terjadi, atau malah kadang datang bertubi-tubi. Bayangkan, apa jadinya bila kita sudah kehilangan optimisme? Tidak adanya optimisme, tanpa disadari bisa menyebabkan ekonomi tergerogoti  karena tidak tumbuhnya bisnis baru secara proporsional. 

Sikap pesimis juga menyebabkan kita tidak lagi antusias berinvestasi, bahkan mematikan niat untuk berburu orang-orang berbakat. Dan lucunya, dalam situasi seperti itu, banyak ide baru yang direspons secara getir, penuh kesinisan. Bukan saja orang menekankan sikap konservatif, atau “buy in” ide baru lemah, tetapi penolakan tersebut diwarnai agresi. Komentar: “Ah, basi!”, jadi lebih sering kita dengar, misalnya saat ada rekan kerja mengeluarkan ide yang terkesan "biasa-biasa" saja. 

Jadi, bisa dikatakan bahwa musuh optimisme bukanlah sekadar pesimisme, tetapi juga kesinisan. Jadi dalam setiap ide atau situasi, yang muncul secara default di dalam persepsi kita adalah pandangan negatif, yang bahkan dibumbui dengan memori-memori lama tentang keburukan situasi. Bukankah ini bisa sangat menghambat kemajuan kita?

Seorang tokoh periklanan, Jay Chiat, sering mengatakan bahwa ketrampilan hidup yang perlu senantiasa dikembangkan adalah untuk menghadapi ancaman kekalahan. Beliau mengatakan  bahwa optimisme adalah satu-satunya senjata menghadapi kesulitan. Itu sebabnya, kita perlu berlatih mental secara rutin untuk melakukan berbagai hal sebaik-baiknya, walau dengan  sumberdaya terbatas. 

Kita bisa melihat para entrepreneur sukses jarang terdengar mengkomplen hal-hal yang mereka tidak punya, tetapi justru menghargai apa yang mereka miliki dan apa hasil pemanfaatannya. Dengan begitu kita terbiasa berada di  situasi bawah tekanan, bukan mengeluh, merengek, tetapi siap untuk memunculkan “call for action”.

Disiplin berpikir sebagai dasar optimisme
Optimisme adalah keyakinan bahwa hampir semua masalah dapat diselesaikan dengan kerja keras dan mindset yang tepat. Meski terdengar sederhana, tapi kita tahu betul betapa ini tidak mudah, apalagi karena memang berita-berita buruk datang silih berganti dan lingkungan sekitar kita pun seringkali menyuburkan sikap pesimisme. Itu sebabnya, kita kerap kagum pada orang yang selalu bisa berpikir optimis, padahal kita tahu sendiri bahwa nasibnya tidak seberuntung orang lain. 

Sebetulnya, tidak sedikit riset yang menunjukkan bahwa orang yang berpikir positif mempunyai derajat kesuksesan yang lebih tinggi di pekerjaan, sekolah, bahkan dalam hidupnya. Hasil penelitian pun mengatakan bahwa optimisme ini ditularkan. Orangtua yang optimis, biasanya membesarkan putra-putri yang optimis pula. Jadi, apa yang perlu dilakukan agar kita bisa senantiasa bersikap optimis?

Pertama-tama, kita perlu memperhatikan apakah perbendaharaan kata-kata kita lebih berisi kata-katamagic yang mempengaruhi positifnya pikiran kita, atau sebaliknya, perbendaharaan kata kita justru didominasi kata-kata yang “menjatuhkan”, seperti,”mana mungkin?”, "apa iya?”, atau “ salah siapa?”. 

Kita bisa segera melihat bahwa kata-kata negatif yang ada di pikiran atau kita ucapkan, akan membawa pikiran kita ke dalam pembicaraan defensif atau tidak produktif. Andaikan saja kumpulan kata-kata kita selalu menantang kita untuk melanjutkan pemikiran kita, seperti mempertanyakan detail, memikirkan kemungkinan pelaksanaan tindakan, membayangkan berbagai kemungkinan untuk berpikir kreatif dan menyelesaikan masalah, maka tanpa disadari mood kita akan terangkat dan kita pun akan terpengaruh dengan pikiran kita sendiri, terbawa kepada suasana pencarian solusi. 

Optimisme sebetulnya juga perlu dibarengi dengan kegiatan berfikir eksploratif yang akhirnya memungkinkan kita untuk menembak jalan keluar yang lebih jitu.

Aturan 24x3
Kita tentu pernah melihat orang yang memotong pendapat orang lain dan seketika menilai ide orang buruk, padahal orang tersebut belum selesai menyampaikan pendapatnya. Tidakkah kita kadang berpikir bahwa komentar negatif itu terlalu dini? Pernahkah kita buang muka saat menemui seseorang yang tidak kita sukai, pada detik-detik pertama? Bukankah bila kita pikirkan lebih lanjut, kita sudah menyia-nyiakan kesempatan positif untuk membina hubungan atau paling tidak menerima informasi?

Berarti, hal yang perlu kita latih juga adalah menahan respon, untuk tidak segera mengomentari, menilai, memutuskan. Sebaliknya, kita perlu mengendapkan lebih dulu informasi yang kita terima untuk memberi waktu kita melihat sisi positif dari setiap situasi.

Seorang pakar mengemukakan kita “Rule 3x24”, untuk melatih kita berpikir dan bersikap optimis. Sebelum kita mengomentari situasi yang kita rasa buruk, maka kita perlu menunggu 24 detik sebelum memberi respon. Mengapa? Karena, bila tidak menunggu 24 detik, kita tidak sempat mencerna apa yang kita tangkap. Ini sebetulnya bukan hal istimewa, namun dasar dari ketrampilan mendengar.

Selanjutnya, kita perlu menggunakan 24 menit untuk memikirkan situasi atau ide tersebut, mengelaborasi dan meng-exercise-nya. Setelah kita olah, bila kita ingin menyampaikan kritik ataupun ketidaksetujuan, alangkah baiknya kita "inapkan" dulu sanggahan kita semalaman, sehingga kita bisa mematangkan ketidaksetujuan kita dalam 24 jam. 

Rumus 3 x 24 yang sederhana ini, sebetulnya adalah salah satu cara untuk mengatur pikiran, agar tetap jernih dan obyektif. Kita perlu berlatih dan mendisiplinkan diri untuk bersikap seperti ini, apalagi di zaman komunikasi instan, melalui media sosial, yang sangat-sangat real time ini. Ini mungkin menyebabkan kita seolah-olah lamban, tetapi bukan konvensional dan sinis, tetapi justru obyektif.


source : http://female.kompas.com/read/2013/06/27/1532493/Optimis.Senjata.Menghadapi.Kesulitan

Berani Bermimpi Berani Mencoba

Hi Leaders ! Hi Girls !
Are you ready to grab your success ??
Remember that life isn't to be fear but life is to be understood. 
KEEP THE FAITH and NEVER GIVE UP !!





KOMPAS.com - Salah satu cara mendapatkan pekerjaan impian adalah dengan berani mencoba berbagai hal, berproses melewati perjalanan panjang menjawab tantangan demi meraih mimpi. 

Anda tidak akan pernah tahu bisa menggapai mimpi atau tidak tanpa mencoba berbagai hal. Seperti menjalani pekerjaan yang bisa menjadi batu loncatan bahkan melepas pekerjaan demi mengejar impian atau mengambil banyak risiko untuk menjalani pekerjaan impian.

Beberapa selebriti Hollywood membuktikan bagaimana mimpi bisa menjadi nyata dengan berbagai pengalaman, serta keberanian mencoba membuat mereka, akhirnya, menjalani pekerjaan impian.

Kim Tae Hee
Artis cantik bintang serial My Princess ini pernah bekerja sebagai guru di sebuah sekolah di Korea Selatan sebelum menapaki karier di dunia hiburan.

Hugh Jackman
Jangan pernah meremehkan pekerjaan Anda karena bisa jadi pekerjaan tersebut merupakan batu loncatan untuk meraih mimpi besar. Seperti yang dilakukan Hugh Jackman, yang tidak keberatan bekerja sebagai penjaga toko sebelum akhirnya ternama di deretan bintang Hollywood setelah ia menjajal profesi di dunia film.

Nicole Kidman
Siapa sangka untuk menjadi aktris terkenal, Nicole pernah menjalani pekerjaan sebagai terapis pijat di Australia.

Beyonce
Sebelum terjun di dunia tarik suara dan jadi artis terkenal, Beyonce pernah bekerja sebagai resepsionis di sebuah kantor.

Gwen Stefani

Bila tidak punya mimpi mungkin Gwen sampai hari ini tetap menjalani profesinya sebagai pelayan di kedai es krim di California.

(Majalah Chic/Ayunda Pininta Kasih)

source :http://female.kompas.com/read/2013/06/04/12051726/Berani.Bermimpi.Berani.Mencoba