Monday, 3 September 2018

Fase Menerima Diri


 

Menerima diri sendiri berarti menerima lingkungan kita

Bismillah,

Assalamualaikum

Cara menentukan arah hidup dibagi menjadi dua, yaitu melawan arus atau membiarkan mengalir saja. Tentu, dua hal itu tidak bisa kita gunakan hanya satu; kita perlu melawan arus dan kita perlu membiarkan hidup mengalir begitu saja. Konteksnya, bergantung pada daya peka kita terhadap situasi. Bersyukur kepada Allah, masih diberi banyak anugerah dan hidayah dalam beberapa fase kehidupan yang ditempuh. Banyaknya melibatkan rasa karsa.

Aku baru saja dinyatakan lulus, dengan predikat yang cukup bikin bangga orang tua. Namun sering kali aku bilang kepada diri sendiri bahwa tidak ada pencapaian yang sempurna, ini biasa saja. Semua yang terjadi hanya kebetulan dan keberuntungan. Ya, beruntung… semenjak aku paham makna beruntung, aku sering berdoa agar selalu menjadi orang yang beruntung. Selama empat tahun belajar di bangku kuliah, mengajarkan akan hidup itu tidak sendiri namun kita harus mampu bertahan walau kita ngerasa sendiri. Pada hakikatnya kita ga pernah sendiri, selalu ada Allah. Dan ketika kita melihat lebih dekat lagi, banyak teman-teman yang ada untuk kita. Ketika kita mau menerima diri sendiri, kemudian kita akan menerima lingkungan kita.

Pernah ga kita melihat ke diri sendiri dengan kaca mata cermin? Menyaksikan siapa diri kita dan bagaimana kita telah mencintai diri kita. Berkata pada diri kita, apa kebaikan yang sudah kita lakukan dan apakah sudah kita minta maaf pada sekitar yang mungkin tidak sengaja kita sakiti. Memberi senyum kepada diri kita, yang mungkin kian mendewasa dan melepas ego secara perlahan.

Kita semua memiliki sisi ketidaknyamanan pada diri, sisi gelap yang tidak kita perlihatkan ke banyak orang bahkan orang paling kita anggap dekat dengan kita. Kita menyembunyikannya itu dalam dalam. Kadam bisa timbul menjadi rasa takut kemudian diri menjadi korban, depresi. Aku pernah melewati fase itu. Kemudian singkat cerita, aku bisa bilang bahwa dengan kita menerima diri kita apa adanya itu sudah menjadi obat agar kita bisa terus berjalan dipenuhi dengan rasa syukur. Salah seorang teman tempo hari juga berkata “walau sedih, usahakan selalu ada yang menimbulkan rasa syukur dari momentum sedih itu”. InsyaAllah, berkali kali aku menjalani rasa sedih, tapi rasa syukur selalu kuusahakan sedih.

Fase menerima diri ini, aku mengikhlaskan banyak yang terjadi dalam kehidupanku. Aku menerima juga pandangan segala diri yang dianggap baik oleh orang banyak, walau sebenarnya dianggap orang baik atau orang hebat itu sangan beban. Pernah suatu hari menangis karena ketakutan jika tidak ada yang menerima diri ini ketika tidak lagi dianggap hebat. Setelah menangis, sholat, dan berdoa….tidak perlu sedih ketika kita sudah dianggap tidak berharga lagi. Kalau kita terus-terusan mengikuti definisi orang lain, kita akan lelah. Karena hakikatny tidak ada yang sempurna. Tuntutan untuk menjadi yang terbaik dari yang terbaik akan selalu ada. Jadikan diri kita selalu ada untuk kita kapanpun. Kasian diri kita yang ikut memberi penilaian kepada diri jika itu malah membuat buruk. Syarat bertumbuh, harus disayang dan dirawat sebaik-baiknya. Biarkan diri kita bertumbuh J

            Fase itu kemudian membawaku ternyata ingin lebih dekat dengan teman-teman dan semua relasi yang juga berubah menjadi teman. Semenjak itu, aku usahakan membagi waktu untuk temanku, mendengarkan dan menjadi ada untuk mereka. InsyaAllah.

            Tidak ada yang salah dengan kita memberi target ke diri, atau melawan arus demi kita mendapatkan fitrah kebaikan. Semakin kita bertemu banyak orang, pergi ke tempat baru, dan semakin kita mengenal-Nya ternyata membuatku nyaman dan insyaAllah paham kapan melawan arus dan kapan membiarkan hidup mengalir saja.

            Dalam waktu sehari kita bisa saja mengalami kejadian yang membuat kita sedih, senang, terkejut, dan lain-lain. Bahagia adalah ketika kita bisa mengekspresikan setiap suasana itu. Namun ada beberapa yang ketika terkena sedih, maka hari itu menjadi sedih seluruhnya. Bismillah, ketika kita mau berlatih untuk menerima, menihilkan asumsi, dan mengatur emosi, menurut pengalamanku kita bisa kok bahagia. Karena tidak ada sedih yang sifatnya kekal kan.

            Tahun ini aku ke Eropa, pulang dari Eropa koper pecah dan entah firasat buruk terjadi. Ternyata ketika pulang, ayah di rumah sakit terkena stroke. Dalam masa jet lag aku pulang ke kampung halaman, kemudian melihat semua berdoa untuk ayah disaat ayah berada dalam titik terendahnya. Aku tersenyum, dan rasa peka ku membuatku mengerti sekeliling yang bertanya-tanya kenapa aku tersenyum. Sekeliling yang bertanya-tanya kenapa aku tenang. Aku kala itu, sedang menerima keadaan pun mengajak ayah untuk ikhlas. Dan banyak keajaiban yang terjadi ketika kita ikhlas, termasuk Allah memberi kesembuhan untuk ayah. Alhamdulillah.

            Aku adalah perempuan dari kampung, yang sering ketika pulang kampung kadang ada saja yang bikin hati pedih. Sulit untuk hati seketika harus menerima, memaafkan, memaklumi, dan tegas harus berjalan dengan senyum, Pernah kala itu yang ada jatuh sakit, karena lelah mendengar banyak omongan. Namun, sadar atau tidak jika kita bisa mengontrol dan menyaring apa apa saja yang berhak masuk ke hati pikiran kita, semua akan baik-baik saja kok. Tidak ada yang salah dengan memaafkan, tidak ada yang salah dengan memaklumi, dan tidak ada yang salah dengan mendengarkan. Ikhlaskan saja….

Jatinangor, 03 September 2018

Sayap Kecil

Monday, 20 August 2018

Menjeda #ntms

"Tenang, kamu masih punya sosok yang setia menemani. Yaitu dirimu sendiri, jadi tetap kamu tidak akan sendiri" -anropika-

"Ketidaksempurnaan selalu ada pada dirimu, meskipun mereka bilang kamu sempurna." -anropika-

"Tidak mungkin kamu tidak bisa tanda dia, tidak mungkin kamu tidak bisa ketika satu kesempatan hilang." -anropika-

"Aku bisa berjalan mundur. Tapi saat ini aku memilih untuk bertahan." -anropika-

"Aku bukan berjalan mundur. Aku menjeda." -anropika-

"Berhenti mencari apa yang tidak ada. Karena yang ada perlu kamu cari lagi, lebih dalam." -anropika-

"Tidak untuk dirasa, tidak untuk diterkna makna. Cukup dijalani. Sudah. Akan baik-baik saja." -anropika-

"Jadi begini, aku disini menunggu akhir pekan. Menunggu senyum bahagiamu yang aku amati lewat media sosial." -anropika-

"Ibumu kuat nak, tapi percayalah ibumu tidak baik-baik saja. Dia berusaha menampakkan dirinya kuat, dia berusaha untuk menyembunyikan segala ketidaknyamanan, dia berusaha melawan musuh terbesar dan nampaknya dia kuat. Peluk ibumu, agar dia benar-benar kuat." -anropika-

"Menunggu tidak salah, bersabar juga tidak salah. Tapi kamu harus sadar ada sosok yang menunggu dan bersabar untuk kamu." -anropika-

"Bagaimana jika dia datang kembali? Sholatlah, kemudian dengarkan suara hatimu." -anropika-

"Bagaimana jika dia tidak percaya lagi ke aku bu? Kamu harus percaya pada dirimu." -anropika-

"Petuah nenek, pelan-pelan asal sampai. Mungkin juga bisa kugunakan, wujud sikap doa ku untukmu." -anropika-

"Perempuan memiliki cahaya, laki-laki bercermin pada perempuannya." -anropika-

"Senyummu manis, matamu sejuk, candamu menghibur. Ya, kehadiranmu mendamaikan." -anropika-
 

Wednesday, 18 July 2018

"Everyone Deserves for Their Second Chance, You Too"



Life Cycle Depends on How You Builds in/with
Tulisan ini kepikiran ketika ngerjain tugas akhir di tempat makan, tengah malem. Maafin banget kalau keliatannya aku jadi orang bijak seketika.

Jadi gini….

Sering banget akhir-akhir ini dapet curhatan mengenai ‘pernikahan’. Well, ga bisa dipungkiri kalau ini sudah menjadi sensitif isu bagi kalangan anak muda sekarang. Sebenernya sensitif tidaknya itu bergantung pada anak muda itu sendiri. Ada temen yang tiba-tiba agak mengurung diri dan sendiri aja karena temen-temennya udah pada ada calon misalnya. Some of  them mengurung diri karena ga mau dapet ‘boomerang’ kalau diskusi ketika nongkrong yang dibahas adalah nikah.

Sering juga sebagai mahasiswa tingkat akhir aku juga dapet curhatan tentang bagaimana mengerjakan tugas akhir disaat yang lain sudah wisuda dan pun ini bisa jadi boomerang. Al hasil, some of them kayak gugup. Meskipun ya banyak juga yang jadi terpacu semangatnya ketika ada kawannya yang sudah step ahead.

Atau

Ketika beberapa dari kalian yang tetiba minder sama temen sendiri karena misalnya si temen sudah achieve pekerjaan yang ‘baik’ atau temen lolos konferensi kemana gitu. They pursuing what they want, but the time said not yet.

Bahkan

Ketika sudah bekerja namun, konon gaji tidak sesuai dengan pekerjaan yang diberikan. Harus menaruh ‘banyak muka’ sehingga membuat kita tidak menjadi diri sendiri. Bingung memposisikan idealis yang dimiliki. Pernah mengalami?

Me acts as an (silent) observer. will try to deliver my views

Gini, aku coba kasih pandanganku mengenai kasus itu dan umumnya agar kita lebih pede sama siklus yang kita jalanin. Semoga bermanfaat ….

1.      Keep sharing. Pertama, kita harus berbagi cerita yang kita rasakan kepada siapapun. Even kita cerita kepada diri sendiri, kalau kita memang mengharuskan itu menjadi rahasia diri sendiri saja. Atau entah hanya satu orang saja yang menjadi tempat kita mengeluarkan uneg-uneg, itu harus ada. Entah kepada orang yang dikenal atau tidak dikenal. Bebas. Jangan dipendam ya J

2.      Keep valuing. Coba kita tetap menghargai. Kita hargai jerih payah kita ketika kita mencoba memperbaiki diri tetapi kita belum waktunya mendapatkan jodoh. Menghargai diri sendiri ketika kita kerja lembur berjuang di akademik. Menghargai orang sekitar yang mereka masih ada untuk kita ketika kita sering melupakan mereka. Menghargai mereka yang merendahkan kita, karena itu bentuk perhatian mereka ke kita. Menghargai keluarga yang senantiasa mengirimkan doa dimanapun mereka berada. Menghargai kesempatan yang belum dimiliki karena masih banyak yang belum tahu mengenai kesempatan itu. Kita masih diberi waktu, akses, fasilitas yang mendukung kita untuk melihat dunia. Hargailah terlebih dahulu.

3.      Negosiasi kepada diri sendiri. Tahu sebab akibat. Analisis lagi. Hal apa yang musti kita perbaiki/pelajari. Sikap bagaimana yang seharusnya kita tunjukkan sebagai respon.

4.      Stabil. Membentuk pola diri. Paham kapan tegas kepada diri dan sekitar.

5.      Tarik napas. Get away, listens to your own. Faktanya kita tidak bisa menyamakan frekuensi orang lain adalah sama terhadap frekuensi kita. Kita tidak bisa membandingkan jalan hidup kita harus semestinya sesuai dengan rencana kita. Loyal terhadap waktu dan fleksibel terhadap respon yang kita lakukan. Manusia berdinamika. Yang baik tidak selamanya baik dan yang buruk tidak selamanya buruk. Manusia pasti ada sikap cacatnya. Hargailah. Terima. Everyone deserves for their second chance, you too.

6.      Social influence. Mulailah dari diri sendiri bagaimana kamu ingin menjadi dan bagaimana lingkungan yang kamu harapkan, mulai dari diri sendiri. Tetap harus berani tapi harus dibalut dengan sikap lembut dan ramah.

 

Nah itu mungkin sedikit bisa menjadi renungan untuk kita semua. Karena bagaimana cara kita memandang itu menentukan sekali agak siklus hidup yang akan atau sedang kita jalani. Kita yang paham tentang diri kita, jadi kita yang paham bagaimana sikap untuk membentuk diri kita. Yang kita suka kaget diawal ketika baru ‘pengalaman pertama’ merasakan cases dalam hidup. Tidak apa kaget. Sikap kita yang mendewasakan diri kita. Terima perubahan, termasuk perubahan yang ada pada diri kita juga lingkungan.

Saturday, 6 January 2018

Menjadi perempuan, 

sedikit banyak mendengar kajian perempuan adalah paling banyak menjadi penghuni neraka selanjutnya 
Salah satunya karena sikap lengah menjaga aib suami 
Perempuan yang begitu empuk ketika hati menjadi sasaran 
Yang tak lekang goyah kepercayaan terhadap pasangan dan Tuhan-Nya 
Perempuan dengan pelan-pelan merasa 
Perempuan dengan setia berdoa dan menunggu 
Senantiasa memperbaiki diri dan menengadah, semoga Allah SWT membuka pintu maaf, membimbing setiap langkah, dan menunjukkan siapa-siapa yang baik untuk menjadi lingkungannya. 
Yang Maha Kuasa-lah yang berkuasa membolak-balikkan hati 
Boleh jadi mereka yang cinta sama kita tetiba esok hari benci sama kita, boleh jadi sebaliknya 
Tidak ada yang abadi, karena telah disebutkan pula bahwa di dunia ini sifatnya fana 
Seringkali perempuan cemas, namun berdoa harus berani... termasuk berani melepas. Melepas dengan ikhlas. 

Kita rendah dihapan-Nya
Ya Allah, begitu banyak tantangan untuk menunjukkan rasa cinta kepada-Mu
Sering hati bimbang, ucap dan tindak dalam khilaf
Ketika manusia menilai, sesungguhnya baik dan buruk hanya Engkau yang Mengetahui