Thursday 12 February 2015

Sosok 'Cermin' itu

Pemuda yang sempat aku kagumi juga aku ‘kasihani’ itu sempat mengisi menarik perhatianku setahun belakang ini, semenjak aku pertama kali mengenalnya di kaki Gunung itu. Tak begitu tampan dan orangnya sederhana. Namun, ruang hati yang kosong sepat terisi oleh kehadirannya. Kehadirannya membuatku menjadi lebih mencintai diriku sendiri. Bahkan juga mencintai dirinya. Hal yang sangat aku resahkan dan aku takutkan adalah tentang perasaanku kepada pemuda. Apalagi pemuda itu, pemuda yang merantau dari tanah Daeng dan aku pemudi yang merantau dari tanah Jawa. Aku tak tahu apa yang akan terjadi esok dan hari-hari berikutnya. Karena aku takut akan perasaan cinta ini. Aku meninggalkannya sementara. Tedengar bodoh, sosok yang membantuku menjadi perempuan yang lebih baik malah aku menjauhinya. Aku hanya tidak ini tenggelam dalam perasaan cinta. Seharusnya aku biasa saja sama dia. Tapi, perempuan memang identik dengan perasaannya. Dan aku perempuan biasa yang masih belajar memahami dan memaknai perasaan. Aku menjauhinya. Dialah pemuda yang ditunggu bangsa ini. Mimpinya juga amat tinggi dan perjuangan dia juga begitu hebat. Namun aku kasihan ke dia. Mendo’akannya dalam hati, itu yang bisa aku lakukan. Berdo’a agar yang dia impikan menjadi kenyataan dan dia diberi kesabaran dan kekuatan dalam menapaki kehidupannya untuk membuat sejarah baru yang tidak bisa dilupakan. Aku menyayanginya, sangat menyayanginya. Karena itu aku menjauhinya. Aku tidak mau kehadiranku mengganggunya. Namun, diam-diam aku masih memperhatikannya. Terdengar lancang mungkin bagaimana cara aku memperhatikannya. Aku  mencoba selalu mencari tau kemana dia pergi dan dengan alasan apa dia pergi tanpa aku bertanya padanya. Ah, nanti saja aku bercerita tentang perilaku tidak sopanku ini kepada dia langsung. Karena aku mengkhawatirkannya, termasuk pemuda yang terbesit di benakku ketika bangun tidur adalah dia. Sesekali air mata yang menetes, karena aku merindukannya. Merindukan tawa, senyum , gaya kenakanak-kanakan yang begitu lucu, dengkuran tidurnya, bandel, muka polosnya yang begitu menggemaskan, ekspresi ketika dia marah karena pehatian dan sempat membuatku amat ketakutan kemudian dia senyum tiba-tiba dan membuatku ketawa. Usia kami berbeda jauh tapi juga sebenarnya tidak terlalu jauh, hanya 6 tahun. Aku masih mau semester 2, masa studi yang aku lalui masih panjang dan aku juga butuh berjuang dengan kehidupanku dan meraih segala mimpi untuk mengubah nasib keluargaku menjadi lebih baik. Dia dalam kiprahnya memulai dan membangun bisnis juga mudah-mudahan dia melanjutkan studinya. Aku tidak bisa menebak dan tidak bisa mengira-ngira bagaimana perasaan dia ke aku. Dia amat dingin namun aku nyaman bercerita dan menceritakan segala hal ke dia, aku suka ketika aku menaruh perhatianku ke dia. Tapi sebenarnya, aku minder karena aku bukan siapa-siapa. Dan pasti ada perempuan lain yang dia kagumi juga menjadi semangat hidupnya saat ini. Dia memberiku lebih, namun aku tidak bisa memberinya apa-apa. Karena itu aku menjauhinya…

Aku berharap aku bisa menjadi perempuan yang lebih bisa mandiri dan tidak ‘manja’ ke dia. Dalam diam aku mendo’akannya dan diam-diam aku masih berusaha untuk memperhatikannya. Tuhan, jagalah pemuda itu, buat senyum dan semangatnya terus berkobar. Lindungi dia dari kejamnya realita dunia ini. Kuatkan dia ketika dia merasakan kegundahan dalam hidupnya. 

No comments:

Post a Comment