Sunday 8 February 2015

Dalam Diam yang Didengar

Tatkala sore itu seusai hujan mengguyur kampung domisili aku saat ini, aku sejenak duduk dan berdo'a dengan penuh harap agar hidup ini bisa aku jalani dengan penuh rasa syukur dan Tuhan mau memaafkan masa laluku.
Aku mengikhlaskan semua masa lalu dan kembali ke jajahan hidup yang harus aku jalani dengan banyak resiko dan tantangan yang aku hadapi. Mungkin ini adalah proses untuk mendewasakan aku dan membuka mata hatiku untuk tidak sekedar melirik tapi melihat dengan hati apa yang terjadi pada diriku ini. Sekilas aku bertanya kepada diriku, untuk apa aku berjalan, berlari, ketika jatuh harus bangun dan terus berlanjut demikian. Bahkan aku juga melihat sekelilingku mereka orang-orang yang aku lihat dengan mulus mereka melewati kehidupan mereka. Atau mungkin hanya pandanganku saja ?
Eksistensi.. Kita butuh eksistensi untuk hidup.
Untuk apa berjalan tanpa tujuan ? Tapi batinku terus bergetar dan memaksa aku berdiri dan tidak mengeluh.
Status di KTP sekarang sudah menjadi anak Ibukota. Namun apa yang sudah aku lakukan ? Apa yang sudah sumbangsihkan untuk Ibukota Indonesia-ku ?
Aku masih mencoba untuk tegar, melakukan apa yang bisa aku lakukan untuk menjadi orang yang lebih baik demi tanah air tercinta.
Kuanggap perjuanganku sia-sia. Suaraku tak lagi didengar, dan banyak orang yang menggantungkan harapanku (mungkin) dan mengabaikanku.
Tapi, tiba-tiba aku menerima pesan singkat dari salah satu rekan di NTB. Really thanks to her for being notice me and appreciate my work on helping children around Indonesia to reach their best education.
Tuhan, betapa cepat engkau menjawab do'aku, 

No comments:

Post a Comment